Pihak Kepolisian Meminta Keterangan Wiro Sableng Terkait Aksi Demo 212



Pihak Kepolisian Meminta Keterangan Wiro Sableng Terkait Aksi Demo 212
Wiro Sableng dipanggil oleh pihak kepolisian Selasa (29/11) kemarin, terkait rencana  aksi demo 212. Dia dipanggil untuk di mintai  keterangan  sebagai saksi ahli karena diduga terlibat  sekaligus menjadi promotor  dalam rencana aksi tersebut.  

“Saya  di panggil pihak kepolisian kemarin untuk dimintai keterangan persoalan rencana aksi demo itu. Saya  dianggap provokator segaligus promotor pada demo tersebut”,ungkap Wiro Sableng.

Dalam jumpa persnya usai  di mintai keterangan oleh pihak kepolisian, Wiro Sableng yang bergelar  Pendekar kapak Maut Naga Geni 212  ini mengaku tidak tahu apa-apa dan tidak bertanggung jawab terkait rencana aksi demo 212. Dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Tua Gila,  dia menerangkan bahwa rencana aksi demo tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan dia.

“Saya tidak tahu apa-apa dan tidak bertanggung jawab persoalan rencana aksi demo 212 itu. Itu hanya kebetulan saja karena demo itu akan dilaksanakan pada tanggal 2 Desember. Makanya dinamakan Demo 212. Tidak  ada kaitannya sama sekali dengan saya”, ungkapnya.

Namun demikian, Wira Saksana, nama asli dari  Wiro sableng sama sekali tidak mempersoalkan penggunaan angka 212 dalam aksi  demo tersebut.
“Angka 212 yang menjadi gelar saya itu adalah warisan dari guru saya dan sama sekali belum dipatenkan.  Jadi saya sama sekali tidak keberatan kalau ada orang-orang yang menggunakan angka itu dalam rencana aksi demo mereka”, ungkapnya.

Sementara Sinto Gendeng, guru Wiro sableng menjelaskan bahwa angka 212 adalah lambang dari kebajikan. Angka itu boleh digunakan oleh siapa saja yang penting makna dari angka 212 itu  tetap diingat dan dipahami.

“Angka 212 adalah lambang kebajikan. Boleh saja digunakan oleh mereka sebagai nama dari aksi demo. Apalagi mereka demo itu kan untuk menegakkan keadilan di negeri ini. Itu sudah sesuai dengan makna dan tujuan angka 212. Tapi ingat, demo boleh-boleh saja asal tidak anarkis. Kalau anarkis saya cipratin air kencing mereka semua.”, ungkap Sinto gendeng  saat ditemui dikediamnnya, Puncak Gunung Gede Selasa (29/11) kemarin. 

Rencana aksi demo 2 Desember nantinya merupakan aksi bela Islam yang ketiga. Sebelumnya telah dilakukan aksi bela Islam pertama dan kedua (4/11). Rentetan aksi demo ini terjadi karena kasus penistaan agama yang menjerat Guberbur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau lebih dikenal  dengan sapaan Ahok.  Tujuan aksi demo 212 atau aksi bela Islam yang ketiga tetap sama dengan aksi bela Islam sebelumnya  yaitu tahan Ahok.

Diketahui bahwa aksi demo 212 akan dilakukan dengan gelar sajadah, duduk sambil berdzikir dan taushiyah  di Monas sejak pukul 08.00 hingga Shala Jumat.  Peserta demonstrasi berasal dari berbagai daerah baik dari Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Aksi ini merupakan aksi damai dari umat Islam karena ingin menuntut tegaknya keadilan di negara ini. Hukum tidak boleh seperti pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul kebawah. Hukum harus berlaku bagi semua lapisan masyarakat. Tidak ada yang boleh berlindung dibalik tembok-tembok tinggi birokrasi usai melakukan pelanggaran hukum karena hukum tidak dibuat untuk satu golongan saja namun untuk semua golongan.

Kesewenang-wenangan harus dihapus dari negeri ini. Digantikan dengan keadilan yang menjunjung tinggi Hak Asasi. Toleransi bukan berarti merelakan terinjak-injaknya harga diri. Namun, suatu nilai hidup bermasyarakat yang menjunjung tinggi rasa saling menghormati. Hingga Keadilan Sosial bagi  seluruh Rakyat Indonesia segera dapat tercapai.
 

Perlambang Diri



Perlambang Diri

Berkobar jilatan sang api membakar baranya
Menjadikan abu  melayangkan debunya
Bergemuruh  jiwaku meluluhlantahkan raganya
Menerbangkan semangat menembus pekatnya mega
Dalam gemeletak  patahan kayu yang kian merah
Berdenyut nadiku melontarkan tetesan demi tetesan darah
Diawang sana terlukis setiap cita dan angan begitu indah
Namun terhapus bersama robeknya langit oleh fajar subuh
Tangan ini terlalu pendek untuk menggapai terlalu jauh
Sementara kaki ini kian berat untuk tetap melangkah
Pelupuk mata terasa berat untuk menatap segala yang terlihat
Dan imajinasi tak bisa menembus setiap ruang sempit

Kini, nyala api menjadi perlambang yang berkobar
Tapi tidak sebagi penerang, melainkan pembakar
Yang menjadikan hasrat kian tenggelam hingga kedasar
Api adalah perlambang diriku
Yang menghancurkan harapan
Hingga lari nun jauh dari kenyataan
Dan menjelmakan jahanam dalam kehidupan

Kendari, 26 November 2016
S.D.R 

 

Cerita Negeriku

Cerita Negeriku

Nilai Rapor Anak-anak SD, SMP, SMA di Indonesia saat ini sudah melampaui kepintaran Albert Einstein, Stephen Hawking. Steve Job dan Bill Gates mah jauh dibelakang mereka. 

Sepuluh tahun terakhir, nilai Rapor, juga ijazah anak-anak Indonesia begitu luar biasa. Nilai 100, 95, 90, 85, 80 selalu berderet di Rapor mereka. 


Sangat jarang nilai 75, 70, apalagi 60. Bisaj jadi 60 dan 70 itu sudah dianggap nilai merah.

Begitu bangganya orangtua mereka melihat nilai-nilai tersebut. Boleh saja anaknya ranking 44 dari 45 siswa di kelasnya, tetapi dengan nilai rata-rata 85, orang tua tentu bisa menerima.

Tak hanya, anak-anak sekolah, mahasiswa sekarang juga begitu hebat. IPK 3,0 biasanya disandang mahasiswa terbodoh. Mahasiswa dengan IPK dengan rasio 3,5 - 4.0 itu justru dianggap biasa. Andai diizinkan, akan banyak mahasiswa mendapat IPK 4,44 sangkin pinternya.

Bayangkan saja, selama 8 semester kuliah, para mahasiswa itu tak pernah mendapat nilai selain A (rasio 91-100). Sungguh sempurna!

Begitu pintar kah anak-anak jaman ini? Atau, jangan-jangan indikator penilaian yang berubah/menurun?

Bagaimana sekolah/universitas mempertanggung jawabkan nilai rata-rata 100 atau IPK 4.0 kepada siswa/mahasiswa yang justru kesulitan di tempat kerja dan terlihat bodoh ditengah masyarakat?

Saya sering iseng bertanya kepada siswa atau mahasiswa tentang matakuliah yang dia pelajari satu semester sebelumnya. Rata-rata mereka sudah lupa, bahkan seakan tak pernah mempelajarinya.

Apakah para orangtua harus merasa bangga atau justru bingung melihat anaknya yang hanya bermain game di rumah tapi Rapornya selalu rata-rata 100?

Apakah orangtua harus bangga dengan anaknya yang mendapatkan IPK 4.0 saat lulus sarjana, padahal setiap malam ia hanya nongkrong di lapak tuak atau cafe?

Betapa mulianya sistem pendidikan kita saat ini. Anggapan bahwa "sesungguhnya tidak ada orang bodoh" benar-benar terbukti. 

Tentu apabila tolok ukurnya adalah nilai rapor atau IPK peserta didik.

Saya "sangat kagum" dengan sistem pendidikan kita saat ini.

Kendari, 30 November 2016
S. D. R
 

Bila Kutitipkan


Bila Kutitipkan


Bila kutitipkan dukaku pada langit

Pastilah langit memanggil mendung


Bila kutitipkan resahku pada angin

Pastilah angin menyeru badai


Bila kutitipkan geramku pada laut

Pastilah laut menggiring gelombang


Bila kutitipkan dendamku pada gunung

Pastilah gunung meluapkan api. Tapi


Kan kusimpan sendiri mendung dukaku

Dalam langit dadaku


Kusimpan sendiri badai resahku

Dalam angin desahku


Kusimpan sendiri gelombang geramku

Dalam laut pahamku

Kusimpan sendiri.